AktualPost.com – Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma dan Paus pertama yang berasal dari Amerika Latin, telah meninggal dunia dalam usia 88 tahun. Kabar duka ini diumumkan Vatikan pada Senin Paskah (21/04/2025), menyatakan bahwa beliau telah “kembali ke rumah Bapa”.
Sejalan dengan tradisi gereja, kematian Paus dikonfirmasi oleh Kepala Departemen Kesehatan Vatikan bersama Kardinal Kamerlengo, Kevin Joseph Farrell.
Saat ini, jenazah Paus Fransiskus telah dipindahkan ke sebuah kapel untuk menjalani prosesi upacara pribadi. Kali ini, jenazah akan disemayamkan dalam satu peti mati, berbeda dari kebiasaan pemakaman Paus terdahulu yang menggunakan tiga peti bersusun.
Prosesi pemakaman dan penguburan dijadwalkan berlangsung dalam rentang waktu empat hingga enam hari setelah wafatnya beliau. Sementara itu, kediaman pribadi Paus di Wisma Santa Marta langsung disegel oleh kardinal kamerlengo, sebagai bagian dari protokol yang berlaku dalam tradisi kepausan.
Sebagai tanda resmi berakhirnya masa jabatan kepausan, cincin stempel milik Paus—yang biasa digunakan untuk menandatangani dokumen penting Gereja—dihancurkan di hadapan Kolegium Kardinal dengan palu seremonial.
Peristiwa ini menandai dimulainya masa Sede Vacante, yaitu periode di mana Tahta Suci kosong. Pada masa inilah Gereja bersiap menggelar konklaf, sebuah pertemuan tertutup yang mempertemukan para kardinal dari seluruh dunia untuk memilih Paus baru.

Siapa yang menjadi paus dan bagaimana memilihnya?
Pemilihan Paus baru dilakukan ketika pemimpin sebelumnya wafat atau memilih mengundurkan diri dari jabatannya—seperti yang dilakukan Paus Benediktus XVI pada tahun 2013.
Posisi ini akan diisi oleh salah satu pejabat tinggi dalam hierarki Gereja Katolik yang dikenal sebagai kardinal. Para kardinal inilah yang memiliki hak istimewa untuk memilih Paus berikutnya.

Hingga tanggal 19 Februari 2025, tercatat ada 252 kardinal yang tersebar di seluruh dunia. Namun, tidak semua kardinal memiliki hak suara. Hanya mereka yang berusia di bawah 80 tahun yang diizinkan ikut serta dalam konklaf pemilihan Paus.
Jumlah kardinal pemilih idealnya dibatasi hingga 120 orang, tetapi saat ini terdapat 135 kardinal yang dinyatakan memenuhi syarat untuk memilih Paus baru.
Menjelang akhir tahun 2024, Paus Fransiskus sempat menunjuk 21 kardinal baru—sebuah langkah yang semakin memperkuat pengaruhnya terhadap arah Gereja Katolik di masa mendatang.

Bagaimana para kardinal memilih paus baru?
Setiap kali Gereja Katolik membutuhkan pemimpin baru, seluruh kardinal dari berbagai belahan dunia dipanggil ke Vatikan, Roma, untuk mengikuti konklaf—proses pemilihan Paus yang telah berlangsung hampir tanpa perubahan selama lebih dari 800 tahun.
Konklaf dimulai dengan Misa khusus di Basilika Santo Petrus pada hari pertama. Setelah itu, para kardinal menuju Kapel Sistina. Saat seluruh peserta telah berkumpul, perintah “extra omnes” yang berarti “semua orang keluar” dalam bahasa Latin dikumandangkan—menandai dimulainya isolasi penuh bagi para kardinal selama proses pemilihan.

Kata “konklaf” sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti “dengan kunci”, menggambarkan situasi tertutup dan rahasia di mana pemilihan dilakukan. Selama masa konklaf, kardinal bisa melakukan satu putaran suara pada hari pertama, lalu mulai hari kedua, mereka mengadakan dua pemungutan suara di pagi hari dan dua lagi di sore hari.
Dalam setiap pemungutan suara, para kardinal menulis nama calon pilihan mereka di atas kertas suara dengan kata pembuka “Eligio in Summum Pontificem”, yang berarti “Saya memilih Paus Tertinggi”. Untuk menjaga kerahasiaan, mereka tidak boleh menggunakan tulisan tangan yang khas.
Jika sampai akhir hari kedua belum ditemukan satu nama yang mendapat suara mayoritas, maka hari ketiga digunakan sebagai waktu jeda untuk berdoa dan merenung, tanpa adanya pemungutan suara. Setelah itu, proses pemilihan kembali dilanjutkan.
Untuk dapat terpilih menjadi Paus, seorang kandidat harus memperoleh dua pertiga dari total suara kardinal pemilih. Meski kadang proses ini bisa berlangsung singkat, tidak jarang juga membutuhkan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu sebelum akhirnya seorang Paus baru terpilih.

Apa yang terjadi di dalam konklaf kepausan?
Pemilihan Paus dalam konklaf dilakukan dalam suasana yang sangat tertutup dan penuh disiplin. Selama proses ini, seluruh kardinal yang berpartisipasi diisolasi secara ketat di dalam wilayah Vatikan. Mereka tidak diperbolehkan meninggalkan area, mengakses televisi, radio, surat kabar, atau menjalin komunikasi dengan dunia luar melalui telepon.
Akses ke tempat tinggal para kardinal juga dibatasi. Hanya staf tertentu seperti petugas rumah tangga, dokter, dan pendeta pengakuan dosa yang diizinkan masuk—dan mereka pun harus mengucapkan sumpah untuk menjaga kerahasiaan penuh terkait semua yang terjadi selama konklaf.
Saat tidak melakukan pemungutan suara, para kardinal—baik yang memiliki hak suara maupun yang sudah terlalu tua untuk memilih—memanfaatkan waktu dengan mendiskusikan kualitas dan kelebihan calon-calon potensial. Meskipun tidak ada yang diizinkan untuk berkampanye secara terbuka, proses diskusi ini tetap sarat dinamika politik internal.
Vatikan menyatakan bahwa seluruh proses dipandu oleh Roh Kudus. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dukungan untuk tiap kandidat juga terbentuk melalui pendekatan dan pertimbangan politis antar sesama kardinal.
Tanda Dari Cerobong Asap
Tanda-tanda dari dalam konklaf bisa terlihat oleh dunia luar melalui asap yang mengepul dari cerobong asap Kapel Sistina dua kali sehari. Surat suara yang telah digunakan dibakar dengan pewarna khusus: asap hitam berarti belum ada keputusan, sementara asap putih menjadi pertanda bahwa Paus baru telah terpilih.

Apa yang terjadi setelah paus terpilih?
“Apakah Anda menerima pemilihan kanonik sebagai Paus Tertinggi?”
Begitu seorang kandidat terpilih dalam pemungutan suara, ia akan ditanya secara resmi, “Apakah Anda menerima pemilihan kanonik sebagai Paus Tertinggi?” Jika ia menerima, maka langkah berikutnya adalah memilih nama kepausan yang akan digunakan selama masa jabatannya.
Setelah itu, paus baru mengenakan jubah resmi sebagai simbol pengangkatan dirinya. Para kardinal kemudian memberikan penghormatan dan menyatakan janji kesetiaan mereka kepada pemimpin baru Gereja Katolik.
Di luar Kapel Sistina, antusiasme umat memuncak. Seorang pejabat akan tampil di balkon Basilika Santo Petrus dan mengumumkan kepada massa yang menunggu dengan ucapan Latin: “Habemus Papam,” yang berarti “Kami memiliki seorang paus.” Nama paus baru pun diungkapkan kepada publik.
Tak lama berselang, Paus terpilih muncul di balkon dan menyampaikan pidato singkat. Ia juga memberikan berkat khas yang dikenal sebagai “Urbi et Orbi”—berarti “untuk kota dan dunia”—kepada umat yang hadir dan seluruh dunia.
Sebagai bagian dari proses dokumentasi, seluruh hasil pemungutan suara dari setiap putaran dalam konklaf disampaikan kepada paus baru. Setelah dibacakan, hasil tersebut disegel dan disimpan dalam arsip rahasia Vatikan, hanya dapat dibuka kembali dengan izin dari Paus sendiri.