30.1 C
Jakarta
Saturday, March 15, 2025
spot_img
More

    Latest Posts

    Sejarah THR Lebaran di Indonesia: Dari PNS Hingga Diperluas ke Kalangan Swasta

    Jakarta, AktualPost.com – Tunjangan Hari Raya (THR) kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perayaan Lebaran di Indonesia. Biasanya, THR berupa uang atau tunjangan yang diberikan kepada karyawan, pekerja, dan asisten rumah tangga menjelang hari raya, memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat serta perekonomian negara.

    Pada tahun ini, pemerintah mencatatkan sejarah baru dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan mengenai Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025, yang mencakup pengemudi dan kurir pada layanan angkutan berbasis aplikasi seperti ojek online. Dengan skema baru ini, pengemudi ojek online pun berkesempatan untuk menerima bonus Hari Raya.

    Lantas, sejak kapan pemberian THR menjadi tradisi di Indonesia? Berikut adalah ulasan Aktual.com mengenai sejarah di balik kebiasaan yang kini sudah melekat dalam budaya masyarakat Indonesia.

    Sejarahnya THR Menjadi Budaya di Indonesia

    Sejarah Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia dimulai pada tahun 1951, ketika pemerintah yang dipimpin oleh Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo memberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pemberian THR menjadi salah satu program yang digagas oleh kabinetnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan bagi para pegawai dan aparatur negara, yang saat itu dikenal sebagai pamong praja.

    Tunjangan tersebut disebut Persekot, dengan jumlah yang bervariasi antara Rp 125 hingga Rp 200, ditambah bantuan beras. Persekot ini diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan PNS, khususnya pamong praja. Namun, meski berbentuk tunjangan, Persekot sejatinya adalah pinjaman awal yang nantinya harus dikembalikan kepada negara melalui pemotongan gaji di bulan berikutnya.

    Tahun 1952

    Kebijakan pemerintah saat itu memicu gelombang protes dari kaum buruh. Mereka menuntut agar pemberian THR tidak hanya diberikan kepada ASN, tetapi juga kepada pegawai swasta, termasuk buruh. Para buruh berpendapat bahwa mereka juga berkontribusi dalam perekonomian nasional. Aksi protes ini memuncak dengan adanya mogok nasional yang berlangsung pada 13 Februari 1952.

    Setelah dua tahun berjuang, tuntutan buruh akhirnya membuahkan hasil. Pada tahun 1954, Menteri Perburuhan Indonesia, SM Abidin, mengeluarkan Surat Edaran yang menganjurkan perusahaan untuk memberikan hadiah lebaran berupa tunjangan yang nilainya setara dengan satu per dua belas dari upah bulanan buruh.

    Tahun 1961

    Namun, surat edaran tersebut masih dianggap belum cukup untuk mewajibkan perusahaan memberikan THR setiap tahunnya. Oleh karena itu, buruh kembali menuntut agar dikeluarkan peraturan yang lebih tegas mengenai kewajiban perusahaan memberikan tunjangan Hari Raya. Tuntutan ini baru terwujud pada tahun 1961, pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin, ketika Menteri Ketenagakerjaan, Ahem Erningpraja, mengeluarkan peraturan yang mewajibkan pemberian hadiah lebaran kepada pekerja yang telah bekerja selama minimal tiga bulan.

    Tahun 1994

    Perkembangan pemberian THR semakin jelas pada tahun 1994, ketika Menteri Ketenagakerjaan Abdul Latief mengeluarkan peraturan yang memperkenalkan istilah “Tunjangan Hari Raya” (THR). Peraturan ini tidak hanya memperkuat dasar hukum pemberian THR, tetapi juga mengatur mekanisme dan hak pekerja untuk menerima tunjangan tersebut setiap tahun.

    Sejak saat itu, THR menjadi tradisi yang terus berkembang di Indonesia, tidak hanya untuk ASN, tetapi juga untuk pekerja di sektor swasta, dan kini menjadi bagian penting dalam perayaan Hari Raya Keagamaan di Indonesia.

    Sejarah dan Peran THR di Indonesia: Dari PNS Hingga Swasta

    Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia bukan hanya sekadar uang tambahan menjelang Lebaran, melainkan juga memiliki peran penting dalam meningkatkan daya beli masyarakat. THR memberikan masyarakat kemampuan finansial lebih untuk memenuhi berbagai kebutuhan saat Lebaran, seperti membeli pakaian baru, menyajikan makanan khas, atau membiayai transportasi mudik.

    Kenaikan daya beli yang ditimbulkan oleh THR ini memberi dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor ritel dan pariwisata. Dengan demikian, THR tidak hanya menjadi tradisi, tetapi juga salah satu pendorong utama dalam meningkatkan perekonomian selama musim perayaan Lebaran.

    THR kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Lebaran, dan banyak keluarga menganggapnya sebagai faktor penting untuk merayakan hari raya dengan lebih meriah dan bermakna. Selain itu, THR juga memiliki dimensi sosial dan keagamaan yang mendalam, mencerminkan semangat berbagi dan kepedulian, terutama di bulan suci Ramadan.

    Tips Bijak Memanfaatkan THR

    Meski THR memberikan dampak positif, penting untuk memanfaatkannya secara bijak agar dapat memberikan manfaat jangka panjang. Salah satu langkah utama adalah dengan membuat rencana anggaran yang terstruktur. Dengan anggaran yang jelas, Anda dapat menggunakan THR secara efektif dan efisien, serta memprioritaskan kebutuhan yang lebih penting, seperti persiapan Lebaran dan kebutuhan keluarga.

    Selain untuk konsumsi sehari-hari, THR juga bisa dimanfaatkan untuk tabungan atau investasi jangka panjang. Menabung sebagian dari THR akan membantu Anda mempersiapkan masa depan yang lebih baik dan mengurangi ketergantungan pada pinjaman. Investasi juga bisa menjadi pilihan cerdas untuk meningkatkan nilai uang, sehingga THR dapat memberikan keuntungan lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan sesaat.

    Latest Posts

    spot_imgspot_img

    Don't Miss

    Stay in touch

    To be updated with all the latest news, offers and special announcements.