30.1 C
Jakarta
Saturday, April 26, 2025
spot_img
More

    Latest Posts

    Ramai-Ramai Tolak Revisi RUU TNI, Apa Itu Revisi RUU TNI? Pasal-Pasal Apa Yang di bahas?

    Jakarta, AktualPost.com – Revisi Undang-Undang TNI tengah menjadi topik utama dalam pembahasan di Komisi I DPR RI. Perubahan terhadap UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ini mencakup tiga aspek utama yang perlu diperhatikan, yang dijelaskan oleh Menteri Pertahanan (Menhan), Sjafrie Sjamsoeddin. Dalam Rapat Kerja yang digelar pada Selasa, 11 Maret 2025, di Jakarta Pusat, Menhan menyatakan bahwa revisi ini berfokus pada tiga hal penting: kedudukan TNI, perpanjangan masa dinas aktif prajurit, dan penugasan prajurit di jabatan sipil.

    “Mengenai rancangan undang-undang ini, ada tiga hal yang perlu kami sampaikan,” ujar Sjafrie dalam kesempatan tersebut.

    1. Kedudukan TNI dalam UU TNI (Pasal 3)

    Salah satu poin utama dalam revisi ini adalah perubahan pada kedudukan TNI, yang saat ini tercantum dalam Pasal 3 UU TNI. Pasal tersebut mengatur hal-hal berikut:

    Pasal 3 ayat (2): “Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan.”

    Pasal 3 ayat (1): “Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden.”

    Namun, dalam pembahasan tersebut, Sjafrie tidak menjelaskan secara rinci apakah perubahan yang diajukan akan mengubah struktur atau hierarki yang ada, ataukah memperkuat peran TNI dalam pengambilan keputusan strategis tanpa harus melalui koordinasi dengan Departemen Pertahanan. Penjelasan lebih lanjut mengenai isu ini dipastikan akan dibahas pada rapat selanjutnya bersama Komisi I DPR RI.

    Revisi mengenai kedudukan TNI diharapkan dapat memberi kejelasan dan menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan pertahanan negara yang semakin kompleks.

    2. Perpanjangan Masa Dinas Aktif Prajurit TNI (Pasal 53)

      Salah satu perubahan signifikan yang diusulkan dalam revisi UU TNI berkaitan dengan batas usia pensiun prajurit TNI. Saat ini, Pasal 53 UU TNI mengatur usia pensiun prajurit sebagai berikut:

      • Pasal 53 ayat (1): “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi:
      • 58 tahun bagi perwira
      • 53 tahun bagi bintara dan tamtama”

      Dalam revisi yang diusulkan, pemerintah mengajukan penyesuaian batas usia pensiun yang lebih tinggi, dengan rincian sebagai berikut:

      • Tamtama: 56 tahun
      • Bintara: 57 tahun
      • Letnan Kolonel: 58 tahun
      • Kolonel: 59 tahun
      • Perwira Tinggi Bintang Satu: 60 tahun
      • Perwira Tinggi Bintang Dua: 61 tahun
      • Perwira Tinggi Bintang Tiga: 62 tahun
      • Perwira Bintang Empat: Masa dinas ditentukan oleh kebijakan Presiden.

      Selain itu, usulan lain menyatakan bahwa prajurit yang menduduki jabatan fungsional tertentu, bisa melanjutkan dinas hingga usia 65 tahun. Pemerintah juga mengusulkan agar perwira yang telah mencapai usia pensiun, namun masih memenuhi syarat, dapat direkrut kembali sebagai perwira komponen cadangan (Komcad).

      Perubahan ini bertujuan untuk memastikan keberlanjutan kualitas dan pengalaman dalam tubuh TNI, serta menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan dunia pertahanan yang semakin kompleks.

      3. Penugasan Prajurit TNI di Jabatan Sipil (Pasal 47)

      Perubahan ketiga dalam revisi UU TNI mengusulkan penyesuaian mengenai penugasan prajurit aktif dalam jabatan sipil. Saat ini, Pasal 47 ayat (2) UU TNI membatasi prajurit aktif untuk menduduki hanya 10 jabatan sipil tanpa harus mundur dari dinas militer, yaitu:

      • Kantor yang membidangi Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
      • Kementerian Pertahanan
      • Sekretaris Militer Presiden
      • Intelijen Negara
      • Sandi Negara
      • Lembaga Ketahanan Nasional
      • Dewan Pertahanan Nasional
      • Search and Rescue (SAR) Nasional
      • Badan Narkotika Nasional
      • Mahkamah Agung

      Namun, dalam revisi yang diusulkan, pemerintah mengajukan perluasan daftar jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit aktif. Jabatan baru yang diusulkan meliputi:

      • Kementerian Kelautan dan Perikanan
      • Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
      • Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
      • Keamanan Laut
      • Kejaksaan Agung

      Meskipun demikian, revisi ini juga menyebutkan bahwa prajurit yang ingin menduduki jabatan sipil di luar daftar yang telah diperluas ini harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif sebelum bisa menjabat.

      Tugas TNI Bertambah: Fokus pada Narkoba dan Pertahanan Siber

      Anggota Komisi I DPR RI, Tubagus (TB) Hasanuddin, mengungkapkan bahwa dalam pembahasan revisi UU TNI, terdapat penambahan tugas bagi TNI dalam operasi militer non-perang. Salah satunya adalah penanggulangan masalah narkotika.

      “Dari awalnya 14 tugas operasi militer selain perang, kini bertambah menjadi 17. Hal ini telah dibahas panjang lebar dan disepakati dengan perubahan narasi-narasi tertentu,” ujar Hasanuddin saat ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025).

      Selain itu, Hasanuddin juga menjelaskan bahwa ada tiga kewenangan baru bagi TNI dalam operasi non-perang selain narkotika. “Di antara 17 tugas itu, yang ke-15 adalah kewajiban TNI untuk membantu pemerintah dalam urusan pertahanan siber. Kemudian, ada penugasan untuk mengatasi masalah narkotika, serta beberapa tugas lainnya,” tambahnya.

      Namun, terkait pemberantasan narkotika, Hasanuddin menegaskan bahwa pengaturan tersebut akan diatur melalui Peraturan Presiden. Ia juga menekankan bahwa TNI hanya akan dilibatkan dalam aspek bantuan, bukan dalam penegakan hukum.

      “Tentu saja, TNI tidak akan terlibat langsung dalam penegakan hukum,” tutupnya.

      Untuk diketahui, dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 dijelaskan terdapat 14 tugas TNI dalam operasi militer non-perang, yaitu:

      1. Mengatasi gerakan separatis bersenjata
      2. Mengatasi pemberontakan bersenjata
      3. Mengatasi aksi terorisme
      4. Mengamankan wilayah perbatasan
      5. Mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis
      6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai kebijakan politik luar negeri
      7. Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya
      8. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta
      9. Membantu tugas pemerintahan di daerah
      10. Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat
      11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing di Indonesia
      12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan
      13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue)
      14. Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

      Aktivis Menentang RUU TNI: Dinilai Melanggar Prinsip Pemisahan Fungsi Militer-Sipil

      Sebanyak 34 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi HAM Internasional (HRWG) secara tegas menolak pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

      Direktur Eksekutif HRWG, Daniel Awigra, menyatakan bahwa ada banyak poin dalam RUU TNI yang berpotensi mengabaikan Prinsip Pemisahan Fungsi Militer-Sipil. Ia menganggap keterlibatan TNI dalam program pembangunan dan keamanan domestik akan melanggar Prinsip-Prinsip Dasar PBB tentang Peran Militer, yang juga ditekankan dalam rekomendasi Universal Periodic Review (UPR) 2017.

      Selain itu, Awigra juga menyoroti adanya ancaman terhadap Prinsip PBB mengenai bisnis dan hak asasi manusia (HAM). Ia menilai kegagalan revisi UU TNI untuk menghapus praktik bisnis militer bertentangan dengan UN Guiding Principles on Business and Human Rights serta rekomendasi UPR yang meminta Indonesia menghentikan eksploitasi sumber daya alam oleh aktor militer.

      “Pasal-pasal dalam revisi UU TNI yang melegalkan intervensi TNI dalam urusan sipil, seperti program TNI Manunggal Membangun Desa dan operasi keamanan domestik, sejatinya menghidupkan kembali praktik dwifungsi yang merupakan ciri represif dari era Orde Baru,” ungkapnya.

      Awigra menambahkan bahwa UU No. 34/2004 sebenarnya sudah membatasi peran TNI hanya untuk pertahanan eksternal. Ia menilai praktik dwifungsi militer yang berlarut-larut telah menjadi akar dari pelanggaran HAM di Indonesia.

      Latest Posts

      spot_imgspot_img

      Don't Miss

      Stay in touch

      To be updated with all the latest news, offers and special announcements.